Sebulan terakhir ini teror begal menyebar di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi. Aksi begal yang kebanyakan dilakukan anak muda usia
sekolah, tidak lagi segan-segan melukai, bahkan membunuh korbannya.
Aksi begal alias perampasan kendaraan bermotor di jalanan merajalela.
Terutama di Jakarta dan daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi (Bodetabek). Teror begal yang tak segan-segan menghabisi korbannya, tak
pelak mengundang keprihatinan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Maklum saja,
pelaku aksi kejahatan itu, didominasi pelaku berusia sekolah, bahkan ada yang
berstatus pelajar SMP.
Karena itulah, Jumat pekan lalu, JK
meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk meneliti fenomena
aksi begal yang kini marak dilakukan kelompok anak muda. Maksudnya, selain
untuk mengetahui akar penyebab dan solusi pencegah aksi begal, penelitian juga
dilakukan agar bisa membantu aparat keamanan untuk mengatasinya.
"Saya baru saja kontak Pak Anies
Baswedan untuk segera melakukan penelitian, apa penyebab serta jalan keluar
mencegah dan mengatasi fenomena begal yang terjadi sekarang ini," ujar
Wapres saat ditanya pers di rumah pribadinya di Jalan Haji Bau, Makassar,
Sulawesi Selatan.
Keprihatinan JK, sangat beralasan. Lihat
saja, Polda Metro Jaya mencatat, di wilayah hukumnya ada 80 kasus pembegalan
yang terjadi sepanjang Januari 2015. Kasus itu disebutkan, tersebar di sejumlah
wilayah di Jakarta dan Bodetabek. Kasus pembegalan itu semakin bertambah di
periode Februari, paling tidak 29 pelakunya telah ditangkap dan lainnya
ditembak mati pihak kepolisian.
Hingga saat ini, menurut Kepala
Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen. Unggung Cahyono, sudah tujuh
pelaku yang ditembak hingga tewas. Selain itu, dari para pelaku polisi menyita
barang bukti 120 sepeda motor dan 21 mobil hasil curian. Polisi juga turut
mengamankan 14 pucuk senjata api berupa 12 unit senjata rakitan, satu senjata
air soft gun, satu unit senjata organik, serta 140 buah senjata tajam.
“Mereka tak segan menyakiti korbannya
yang melawan. Bahkan, anggota juga ada yang terkena tembakan pelaku saat
melakukan pengejaran," katanya usai gelar perkara kasus teror di Markas
Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota, Kamis, pekan lalu.
Dari 29 tersangka yang
ditangkap, sebanyak 12 di antaranya berasal dari Sumatera. "Pengejaran
dilakukan aparat hingga lokasi asal para pelaku. Pelaku asal Sumatera ini
beraksi hingga 11 tempat kejadian perkara di Depok dan Tangerang," kata Unggung kepada Ade Nyong dari SINDO
Weekly. Pelaku asal Sumatera ini, dikenal sebagai kelompok Lampung.
Kebanyakan pelaku begal yang beraksi di
wilayah Jakarta Barat, menurut Wakapolres Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar
Bachtiar Ujang Purnama, merupakan pemain lama, tetapi belum pernah tertangkap.
Untuk melancarkan aksinya, para pelaku membawa satu bilah senjata tajam dan
senjata api. "Itu yang akan menjadi pertimbangan para hakim untuk
menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan," katanya.
Salah satu pelaku yang berhasil
ditangkap dalam operasi tersebut, ialah Maulana Yusuf. Ia mengaku, sudah dua
kali menjalankan aksinya. Menurut Yusuf pula, aksi kejahatan selalu dilakukan
pada malam hari saat jalanan sudah sepi. "Saya Selalu berhasil kalau lagi
beraksi," katanya.
Namun, ada juga yang apes seperti yang
dialami Herdiansyah alias Pelo (22), pelaku begal yang dibakar massa, Selasa
dini hari pekan lalu, di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Ia dan lima
orang kawanannya, U, NH, PD, NV dan DN, saat hendak membegal Wahyu Hidayat (22)
memboncengi Sri Astriani (20), mendapat perlawanan. Ketika pedang samurai yang
ditebaskan Pelo ke arah Sri, pedang itu spontan ditangkap Sri, hingga akibatnya
Pelo jatuh. Setelah Sri berteriak-teriak, singkat cerita, Pelo pun dihakimi
masaa hingga akhirnya dibakar hidup-hidup.
Begal nahas, juga dialami Cecep Saidin
(36) yang tewas dihakimi massa, setelah gagal membegal seorang ibu di kawasan
pertigaan Volvo, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad lalu. Para
begal yang mengendarai motor matic Yamaha Mio berwarna hitam itu, ketika
melakukan aksinya, mendapat teriakan maling dari sang ibu sehingga mengundang
massa, yang lalu mengepungnya. Tiga orang begal kabur, tertinggal Cecep yang
kemudian dikeroyok hingga kritis, dan akhirnya tewas di Rumas Sakit Polri
Kramat Jati.
Aksi begal motor itu, paling tidak dari
25 Januari hingga Februari 2015, telah menelan 20 orang korban. Para korban itu
di antaranya; Nur Cholis dibegal di kawasan Jembatan Besi, Jakarta Barat,
Bambang Syarif (23), Suzuki Satria miliknya digasak begal di Jalan Juanda
Depok. Kemudian, Brigadir Satu M Nur Hamzah, Honda Varionya dibegal di kawasan
Underpass Gandaria City, Jakarta Selatan, Hermawan sepeda motornya dibegal di
kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan , dan Kartumi dengan kerugian Yamaha
Yupiter MX dibegal di kawasan Krukut Limo, Depok.
Kaderisasi Kejahatan
Dari beberapa kejadian
pembegalan di Depok, Kepolisian Resor Depok menangkap tiga anggota komplotan
begal yang sering beroperasi di Kota Depok, Ahad lalu. Ternyata, ketiga begal
itu adalah remaja yang masih berstatus pelajar. Hal itu, menurut kriminolog
dari Universitas Indonesia (UI) Achmad Hisyam, adalah salah satu bentuk yang belakangan menunjukkan
peningkatan kualitas kejahatan. Aksi begal tidak lagi segan-segan melukai,
bahkan membunuh korbannya.
Aksi tersebut, lanjut Hisyam, merupakan
hasil meniru tindak-tindak kejahatan yang sebelumnya sudah dilakukan. Dengan
kata lain, begal merupakan tindakan yang memiliki “kaderisasi”. “Begal ini kan
bukan barang baru, sedari dulu sudah ada. Yang ada sekarang, pelakunya hanya
meniru yang sudah-sudah,” katanya.
Untuk menghentikan aksi biadab ini
sambung Hisyam, dibutuhkan intervensi pihak yang berwajib. Intervensi bukan
hanya dilakukan secara penegakan hukum, melainkan juga memberikan solusi terhadap
alasan utama mereka menjadi begal. “Alasannya biasanya karena tuntutan ekonomi
dan mental yang sudah melihat kejahatan sebagai hal yang umum,” katanya. (Riza
Sofyat, Rizqi Jong dan Fahmi W Bahtiar).
APA Sihhh.........Penyebab Begal Marak,
Berawal dari Balapan Liar ??????
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S.
Pane mengatakan pembegalan marak lantaran polisi tak pernah menindak tegas geng
motor dan pelaku balapan liar di Jakarta dan sekitarnya. Sikap ini dinilai
sebagai persetujuan atau izin dari kepolisian oleh para anggota geng motor
untuk melakukan tindak kejahatan.
"Polisi terlalu permisif," kata Neta saat dihubungi Tempo, Kamis, 26 Februari 2015.
Neta menjelaskan, geng motor dan balapan liar berkaitan erat dengan tindak kriminal penjambretan. Di banyak daerah, aksi ini berkembang menjadi perampokan minimarket dan begal dengan senjata kelewang.
Aksi para begal belakangan marak terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Mereka biasanya mengincar sepeda motor di jalan dan tak segan melukai atau bahkan menghabisi nyawa pemiliknya. Kasus terbaru menimpa mantan Pemimpin Redaksi Jurnas.com, Rihad Wiranto, di jalan layang Klender, Jakarta Timur, Selasa, 24 Februari 2015.
Untuk mengurangi aksi begal, menurut Neta, polisi harus memetakan daerah yang menjadi markas geng motor dan kawasan yang kerap dijadikan arena balapan liar. Setelah itu, polisi harus mengerahkan kekuatan dari tingkat daerah, resor, hingga sektor untuk memberantas geng motor. "Operasi ini harus terpadu dan konsisten," katanya.
Upaya pencegahan, Neta melanjutkan, tak berhenti di situ. Polisi juga harus meningkatkan intensitas patroli di daerah-daerah rawan geng motor dan balapan liar. Khususnya di daerah perbatasan.
Sebab, kata Neta, daerah perbatasan kerap dijadikan titik berkumpul para anggota geng motor dari wilayah yang berbeda. "Daerah pinggiran Jakarta itu rawan kejahatan," ujar Neta.
DAFTAR PUSTAKA:
Tidak ada komentar :
Posting Komentar