PENDAHULUAN
Sejarah Omni Internasional Hospital
merupakan sebuah rumah sakit swasta diIndonesia yang dikelola oleh PT. Sarana Mediatama Internasional dan
berlokasi di kawasan perumahan Alam Sutera,Serpong
Utara, Tangerang Selatan. Rumah sakit Omni Internasional merupakan cabang
usaha dari kelompok Rumah Sakit Omni Medical Center (OMC) yang didirikan pada
tahun 1972.
kontrovesi
·
Penambahan kata Internasional di nama rumah sakit menurut Menteri Kesehatan Indonesia, Siti Fadilah Supari adalah salah karena
Rumah Sakit bernama Omni bukannya rumah sakit internasional hanya namanya saja
dan merupakan rumah sakit swasta dalam negeri yang bernama Omni Internasional
yang tidak terdapat kepemilikan asing dan pada rumah sakit tersebut
tidak pula terdapatkan informasi mengenai adanya standar International
Hospital berdasarkan ISO - International
Organization for Standardization
·
Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan akan memanggil direksi Rumah
Sakit Omni International Alam Sutera Tangerang (Banten) untuk diminta
penjelasan terkait kasus yang menimpa Prita Mulyasari.
KASUS
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS
Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah,
kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu
makan. Oleh dokter rumah sakit, dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza
Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus.
Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta
perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus
yang menyebabkan pembengkakan pada leher.[6] Selama
masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter
atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang
semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil
laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa.[5] Disebabkan
karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta
hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita
kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas
perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.[7] Surel
tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus
membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta
mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan
tuduhan pencemaran nama baik.[8][9]
Pada
tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan
gugatan perdata pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan
perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian
material sebesar Rp161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran
nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial.[10] Pada
tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita
dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27
Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan
melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.[11] Pada
tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita
Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota.[12] Kemudian
pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut
status tahanan kota.[13]
Melalui
persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009,
Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita
Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui
persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum. [14][15]
Majelis
hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari (32) tidak
terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni
International Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009).
Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.[1]
Gelombang dukungan dan protes[sunting | sunting
sumber]
Kasus
penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta
dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para
politisi, dan pejabat negara. Sampai tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap Prita di Facebook hampir
mencapai 150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang disampaikan
para blogger terus bertambah setiap harinya. [16][17] Beberapa
kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban
penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang
pula Megawati Soekarnoputri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme.[18][19][20] Besarnya
dukungan serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, meminta penjelasan dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta
meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk memperhatikan rasa keadilan dalam
masyarakat dalam menjalankan tugas.[21]
SUDUT PANDANG TERHADAP ETIKA BISNIS
Isu pencemaran nama baik[sunting | sunting sumber]
Rumah Sakit Omni Internasional menjadi terkenal di
Indonesia utamanya terkait dengan kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan
oleh pihak rumah sakit kepada salah seorang mantan pasiennya, Prita Mulyasari,
karena menulis keluhan atas pelayanan rumah sakit yang tidak memuaskan melalui
milis, surat pembaca, serta media publikasi internet lain yang membuat Prita
harus mendekam sebagai tahanan selama dua puluh hari.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar